Notification

×

Iklan

Iklan

Formasi CPNS Kosong Harus Diusul Ulang

Kamis, 10 Januari 2019 | Januari 10, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-01-10T04:10:44Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik
TamiangNews.com, BANDA ACEH -- Peserta CPNS yang tidak lulus passing grade saat ujian seleksi kompetensi dasar (SKD) dengan sistem computer assisted test (CAT) akan digunakan sistem perankingan dengan nilai minimal 255 untuk formasi umum dan 220 untuk formasi eks tenaga honorer kategori dua (K2) agar bisa mengikuti seleksi kompetensi bidang (SKB).

Foto : Serambinews
Informasi tersebut disampaikan Kepala Kantor Regional (Kakanreg) XIII Badan Kepegawaian Negara (BKN) Banda Aceh, Makmur Ibrahim SH MHum, menjawab Serambi, tadi malam dengan mengutip Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) Nomor 61 Tahun 2018 tentang Optimalisasi Pemenuhan Formasi CPNS Tahun 2018. Bila pada satu formasi tertentu tidak ada peserta yang lulus, maka formasi tersebut tetap harus dikosongkan dan tak bisa diisi dengan peserta lain yang berada di bawahnya.

“Bila ada formasi yang kosong karena tak ada pelamar atau tidak ada peserta yang meraih nilai minimal sesuai dengan Permenpan-RB Nomor 61 Tahun 2018, maka formasi tersebut tetap kosong. Solusinya, pemerintah kabupaten/kota setempat harus mengusulkan kembali formasi yang kosong tersebut ke pusat agar dibuka lagi tes CPNS pada tahun 2019 ini atau tahun berikutnya,” kata Makmur terkait masih adanya formasi CPNS yang kosong setelah pengumuman hasil integrasi nilai SKD dan SKB di sejumlah kabupaten/kota di Aceh.

Batas nilai minimal tersebut, lanjutnya, berlaku untuk penentuan peserta yang lulus pada tes SKD. Kebijakan itu, menurut Makmur, diambil setelah peserta tes CPNS yang lulus dengan penilaian menggunakan passing grade, jumlahnya sangat sedikit dibanding total peserta yang mengikuti seleksi.

“Pemerintah tidak berorientasi kepada passing grade saja, tapi juga pada ranking. Kalau passing grade dijatuhkan atau ambang batas nilai SKD diturunkan, itu bisa membuat kualitas sumber daya manusia aparatur nanti akan rendah,” ungkap Makmur yang juga mantan Kepala Biro Hukum dan Humas Setda Aceh ini.

Dikatakan, sistem ranking digunakan untuk mencegah banyaknya formasi CPNS tahun ini yang tidak terisi karena jumlah peserta SKD yang memenuhi passing grade minim. Dengan demikian, tambah Makmur, peserta yang dinyatakan lulus adalah mereka yang memiliki nilai tertinggi (akmulasi nilai SKD dan SKB). “Tapi, jika pada formasi tertentu nilai yang diperoleh peserta tes tidak ada yang mencapai batas minimal sesuai Permenpan-RB Nomor 61 Tahun 2018, maka formasi tersebut tetap harus dikosongkan,” ulangnya.

Dijelaskan, dalam Pasal 2 Peraturan Menteri PAN-RB tersebut memuat dua butir ketentuan. Pertama, peserta SKD yang memenuhi passing grade dapat lolos untuk mengikuti SKB. Kedua, peserta SKD yang tidak memenuhi passing grade, namun angka kumulatif nilainya ada di peringkat terbaik, juga bisa mengikuti SKB. “Meski ada sistem pemeringkatan, peserta yang tidak memenuhi passing grade harus memiliki nilai kumulatif SKD dalam jumlah tertentu agar bisa lolos mengikuti SKB lewat sistem ranking. Detail ketentuan ini diatur pasal 3 Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 61 Tahun 2018,” ungkap Makmur.

Adapun syarat batas minimal nilainya, sebut Makmur, yaitu nilai kumulatif SKD formasi umum paling rendah 255, nilai kumulatif SKD formasi umum dokter spesialis dan instruktur penerbang minimal 255, nilai kumulatif SKD formasi umum petugas ukur, rescuer, anak buah kapal, pengamat gunung api, penjaga mercusuar, pelatih/pawang hewan, dan penjaga tahanan paling rendah 255, serta nilai kumulatif SKD formasi putra/putri lulusan terbaik dan diaspora minimal 255. Selanjutnya, menurut Makmur, nilai kumulatif SKD formasi penyandang disabilitas paling rendah 220, nilai kumulatif SKD formasi putra/putri Papua dan Papua Barat paling rendah 220, serta nilai kumulatif SKD formasi tenaga guru dan tenaga medis/paramedis dari eks tenaga honorer Kategori Dua (K-2) minimal 220.

Dikatakan, pemberlakuan sistem ranking juga tidak serta merta dilakukan. Pasal 4 Peraturan Menteri PAN-RB menetapkan dua syarat untuk pemberlakuan sistem ranking. Pertama, bila tidak ada peserta SKD yang memenuhi passing grade pada formasi yang telah ditetapkan. Kedua, apabila belum tercukupinya jumlah peserta SKD yang memenuhi passing grade, untuk mengisi alokasi formasi yang ditetapkan.

Terhadap kabupaten/kota yang formasi CPNS-nya masih ada yang kosong, Makmur mengimbau pemkab/pemko setempat melalui dinas atau badan yang menangani kepegawaian agar segera mengusulkan kembali formasi CPNS yang masih kosong tersebut ke pusat. Sehingga tes CPNS ulangan bisa dilaksanakan lagi dalam tahun ini juga.

Pengamat Politik dan Keamanan dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Aryos Nivada mengatakan, birokrasi pemerintah yang efektif dan efisien sebagai standar mutu pelayanan yang baik harus mengedepankan profesionalisme dan integritas. Salah satunya dengan melakukan rasionalisasi tenaga kontrak.

“Ketika pemerintah ingin berbuat baik, ketika pemerintah melakukan upaya-upaya penataan birokrasi, janganlah kita terlalu reaktif, terlalu paranoid dalam menyikapi kebijakan dalam kebermanfaatan pelayanan publik,” terang Aryos Nivada saat menjadi narasumber Program Radio Serambi FM bertajuk `Aceh kebanyakan PNS tak Produktif’, Rabu (9/1).

Program tersebut juga menghadirkan narasumber internal, Wakil Redaktur Pelaksana, Nasir Nurdin dengan dipandu host Radio Serambi FM, Kamil Ahmad.

Aryos mengakui, penyediaan lapangan kerja merupakan tanggung jawab pemerintah. Hanya saja negara dan pemerintahannya mempunyai keterbatasan. Baik itu keterbatasan anggaran maupun keterbatasan birokrasi. Sehingga perlu inisiatif dari masing-masing pribadi membuka lapangan kerja usaha sendiri.

“Karena saya berpikir kalau saya berpatokan pada kasih sayang negara, memang kasih sayang negara semua bisa dipenuhi? Gak semuanya bisa disajikan sesuai harapan,” jelas Aryos.

Ia menambahkan, terkait dengan obsesi sebagai masyarakat untuk menjadi bagian dari PNS guna meningkatkan status sosial, diakuinya cara pikir seperti ini sedikit banyak berpengaruh. Namun dia juga mengingatkan, status PNS bukan satu-satunya cara mengangkat strata sosial. Karena hal itu juga bisa dilakukan wiraswastawan sukses dan selain itu tentu saja dengan menjadi manusia yang berguna bagi sesama. Apalagi, tambahnya, jika hanya bertumpu pada gaji PNS, maka penghasilan bulanannya itu dipastikan tidak akan membuatnya kaya.

“Kita gini lho, muatan-muatan kepentingan politik balas budi atau kepentingan personal SKPA atau elite politik, bagaimana menempatkan tenaga kontrak itu gamblang terlihat di publik. Secara fakta realitas. Jadi dengan menumpuk tenaga kontrak, tentu ini akan menjadi beban berat bagi keuangan finansial daerah,” terang Aryos.

Di sisi lain, kata dia, menurut pengamatannya di lapangan, ini juga berdampak semua pekerjaan cenderung ditumpukan kepada tenaga kontrak, bukan mnegoptimalkan keberadaan PNS. Sehingga dengan kata lain PNS sangat diperlakukan khusus, di mana ia bisa memerintahkan tenaga kontrak. Praktik yang demikian berturut-turut sesuai jabatan.

Menurutnya, hal itu terjadi karena memang tidak ada satu pengontrolan yang dilakukan di internal untuk melihat efektivitas kerja. Apakah PNS itu betul-betul serius dan tunduk terhadap apa yang sudah direncanakan di internal mereka dan tunduk dalam visi misi gubernur.

“Ini bukan persoalan baru. Kenapa belum selesai? Bagaimana selesai kalau tidak ada political will, tidak ada keseriusan dari pucuk pimpinan. Pemerintah yang baik apabila dia tahu masalah dan mau menyelesaikan,” demikian Aryos Nivada.

Pemerintah Aceh akan merasionalisasi semua tenaga kontrak yang bekerja di seluruh SKPA. Untuk tahap pertama, 559 tenaga kontrak yang bertugas di Kantor Gubernur Aceh yang dirumahkan sejak 1 Januari 2019.

Juru Bicara (Jubir) Pemerintah Aceh, Wiratmadinata kepada Serambi, Rabu (9/1) mengatakan merumahkan sementara tenaga kontrak bukan tindakan mendadak. “Prosesnya sudah dimulai sejak Juni 2018 dengan keluarnya surat Gubenur Aceh, Irwandi Yusuf,” katanya.

Menurut Wiratmadinata, dalam surat yang dikeluarkan 29 Juni 2018 bertepatan dengan 15 Syawal 1439 oleh Gubernur Irwandi saat itu, ada dua poin yang harus diperhatikan oleh semua kepala SKPA dan kepala Biro di lingkungan Setda Aceh.

Pertama, larangan menambah pengangkatan tenaga kontrak dan kedua perintah rasionalisasi/pengurangan tenaga kontrak atau sejenisnya. “Jadi, ini perintah Gubernur Irwandi Yusuf, yang dijalankan oleh Nova Iriansyah sebagai Pelaksana Tugas Gubernur,” ujar Wira.

Wiratmadinata menjelaskan, langkah rasionalisasi tenaga kontrak di lingkungan Pemerintah Aceh merupakan tindaklanjut surat Gubernur Aceh Nomor 814/19391 itu. Tentu evaluasi itu ditempuh secara elegan, bahkan humanis dan bertahap.

“Langkah ini dilakukan secara elegan. Buktinya, di lingkungan Sekretariat Aceh tidak dirumahkan sembarangan, tapi ditunggu sampai kontrak berakhir yaitu 31 Desember 2018,” sebut mantan dekan Fakultas Hukum Universtas Abulyatama tersebut.

Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Aceh yang diperoleh Serambi menyebutkan total tenaga kontrak yang tersebar di 47 SKPA mencapai 8.904 orang. Terbanyak pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu 1.922 orang.

Pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk membayar gaji tenaga kontrak di seluruh SKPA dalam sebulan mencapai Rp 2,4 miliar atau sekitar Rp 28,8 miliar setahun.

Wiratmadinata mengungkapkan rasionalisasi tenaga kontrak dilakukan secara bertahap di semua instansi. Tujuannya untuk menghindari pemborosan anggaran daerah, karena jumlah pegawai negeri sipil (PNS) juga hampir setara dengan jumlah tenaga kontrak.

Jubir Pemerintah Aceh ini juga mengatakan, kebijakan rasionalisasi itu telah jauh-jauh hari disampaikan, sejak 21 Juni 2018. “Keliru jika ada yang menduga dan malah mengkaitkannya dengan agenda rekrutmen anggota keluarga, apalagi agenda penyingkiran,” tegasnya.

Begitupun, dengan pembayaran gaji juga akan diputuskan seiring berakhinya kontrak mereka. Kontrak itu hanya mengikat selama masa kontrak, yaitu setahun sekali. Setelah kontrak berakhir maka berakhirlah masa kerjanya.

“Tidak mungkin pemerintah membayar gaji tenaga kontrak yang sudah tidak relevan atau tidak produktif. Rekrutmen tenaga kontrak sebenarnya berbasis keahlian. Kalau tidak memiliki keahlian untuk apa dikontrak? Kan sudah ada ASN reguler,” demikian Wiratmadinata. [] SERAMBINEWS







×
Berita Terbaru Update