TamiangNews.com, BANDA ACEH -- Setara Institute, organisasi yang dipimpin oleh aktivis HAM dan pejuang pluralisme Hendardi, baru-baru ini merilis hasil kajian dan indexing Indeks Kota Toleran (IKT) 2018 terhadap 94 kota di Indonesia.
Dari 94 kota yang diriset oleh Setara Institute, Kota Singkawang Kalimantan Barat dinobatkan menjadi kota yang paling toleran di Indonesia.
Disusul Salatiga (Jawa Tengah) di posisi kedua dan Pematang Siantar (Sumatera Utara) di posisi ketiga.
Sementara Jakarta, Banda Aceh, dan Tanjung Balai (Kepulauan Riau) masuk tiga kota dengan toleransi paling rendah di Indonesia.
Hasil riset Setara Institute yang dirilis oleh beberapa media online, termasuk Serambinews.com, mendapat tanggapan dari Anggota DPR Kota Banda Aceh.
Ketua Komisi D DPRK Banda Aceh, Sabri Badruddin ST, mempertanyakan indikator yang digunakan oleh Setara Institute dalam penilaian Indeks Kota Toleran tersebut.
“Sehubungan dengan dirilisnya Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2018 oleh Setara Institut yang menempatkan Banda Aceh sebagai kota dengan toleransi yang sangat rendah di Indonesia atau nomor 2 terbawah setelah Tanjung Balai, Komisi D DPRK Banda Aceh menanyakan keabsahan riset tersebut,” tulis Sabri dalam siaran pers kepada Serambinews.com, Minggu (9/12/2018).
Ia menilai hasil riset ini sangat aneh dan tidak masuk akal. Karena, lanjut Sabri, pada kenyataannya sejak abad ke-17 kaum minoritas (etnis China) telah datang ke Aceh, begitu juga dengan etnis-etnis lainnya.
“Sejak itu pula belum pernah tercatat dalam sejarah kaum minoritas terusik di Banda Aceh. Belum pernah ada konflik horizontal antarumat beragama,” kata Sabri.
Politikus Partai Golkar ini menambahkan, di Banda Aceh umat minotitas bebas beribadah dengan nyaman menurut agamanya masing-masing.
“Meski di Banda Aceh menerapkan syariat Islam, tapi masyarakat di Banda Aceh saling menghormati dan tidak saling mengusik,” ujarnya.
Anehnya lagi, kata Sabri, dalam penilaian IKT tersebut telah menempatkan Kota Ambon dan Kupang masuk dalam 10 besar kota dengan toleransi yang tinggi.
“Padahal sejarah mencatat kedua kota tersebut pernah terjadi konflik antarkelompok agama yang berbeda,” ungkap Sabri Badruddin.
“Oleh karenanya kami meminta kepada Setara Institute untuk menjelaskan ke publik, indikator apa yang digunakan dalam riset ini dan bagaimana pula metode yang digunakan. Bila perlu Setara Institute melakukan riset ulang, karena riset ini jelas-jelas telah merugikan dan mendiskreditkan Kota Banda Aceh di mata masyarakat luar,” imbuh dia.
Reaksi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga meminta Setara Institute untuk terbuka soal instrumen-instrumen penelitian yang mengukur soal promosi dan praktek toleransi di 94 kota di Indonesia.
Hal ini diungkapkan Anies lantaran Jakarta masuk dalam peringkat 10 terbawah dalam kota dengan toleransi rendah.
"Saya menganjurkan pada setara untuk mengumumkan daftar pertanyaanya pada publik, kuesionernya, dan saya mengundang kepada para ahli statistik, ahli pengukuran ilmu sosial untuk mereview instrumennya. Memastikan bahwa validitas, reliabilitas instrumen itu valid," ucap Anies di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (8/12/2018), seperti dilansir Kompas.com.
Menurutnya, hal ini perlu dibuka ke publik guna mengetahui validitas dan objektifnya riset ini.
"Karena itulah menurut saya kalau mau fair buka seluruh instrumennya. Apakah ada pertanyaan yang bias atau tidak, apakah semua pertanyaan objektif atau tidak karena bisa saja pertanyaan itu disusun untuk memdapatkan jawaban tertentu," ujarnya.
Ia berharap, sebelum ada keterbukaan ke publik dari Setara Institute, masyarakat tidak langsung menilai bahwa Jakarta adalah kota yang toleransinya rendah.
"Jangan disimpulkan hasil survei tidak sesuai. Saya akan pelajari tapi saya undang ahli statistik dan saya undang Setara untuk buka," tandas Anies.
Kajian Setara Institute
Pada Jumat (7/12/2018), Setara Institute memberikan anugerah “Kota Toleran 2018,” kepada 10 kota di Indonesia yang dinobatkan sebagai kota paling toleran.
Kota Singkawang, Kalimantan Barat berada di urutan pertama dalam penghargaan ini dengan skor tertinggi 6,513 dari skala penilaian 1-7.
Dikutip dari website http://setara-institute.org Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan Kota Singkawang dinilai mempunyai beberapa atribut yang mendukung penobatan kota paling toleran se-Indonesia, yaitu di antaranya pemerintah kota punya regulasi yang kondusif bagi praktik dan promosi toleransi, baik dalam bentuk perencanaan maupun pelaksanaan.
Selain itu, di Singkawang tingkat peristiwa dan tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan rendah atau tidak ada sama sekali.
Ia menambahkan, pihaknya melakukan kajian dan indexing Indeks Kota Toleran (IKT) 2018 terhadap 94 kota di Indonesia dalam hal isu promosi dan praktek toleransi yang dilakukan oleh pemerintah kota masing-masing.
Hendardi mengatakan tujuan penetapan indeks ini antara lain untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya masing-masing sehingga dapat memicu bagi kota lainnya untuk bergegas mengikuti, membangun, dan mengembangkan toleransi di wilayahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Mendagri Tjahjo Kumolo menyambut baik penelitian yang dilakukan oleh Setara Institute di seluruh kota di Indonesia.
Penghargaan ini, menurut Tjahjo mengingatkan semua pihak bahwa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk.
10 Kota Paling Toleran versi Setara Institute:
1. Kota Singkawang (skor 6,153)
2. Kota Salatiga (6,477)
3. Pematang Siantar (6,280)
4. Manado (6.030)
5. Ambon (5,960)
6. Bekasi (5,890)
7. Kupang (5,857)
8. Tomohon (5,833)
9. Binjai (5,830)
10. Surabaya (5,823)
10 Peringat terbawah dari 94 kota yang diriset Setara Institute:
85. Sabang (3,757)
86. Medan (3,710)
87. Makassar (3,637)
88. Bogor (3,533)
89. Depok (3,490)
90. Padang (3,450)
91. Cilegon (3,420)
92. Jakarta (2,880)
93. Banda Aceh (2,830)
94. Tanjung Balai (2,817)
Profil Setara Institute
SETARA Institute adalah organisasi yang didirikan oleh beberapa individu yang didedikasikan untuk ide bahwa setiap orang harus diperlakukan sama sementara menghormati keberagaman, mengutamakan solidaritas dan menjunjung tinggi martabat manusia.
Perusahaan ini didirikan oleh orang-orang yang ingin menghapuskan diskriminasi dan intoleransi atas dasar agama, suku, suku, warna kulit, jenis kelamin, dan status sosial lainnya, serta meningkatkan solidaritas dengan lemah dan korban.
SETARA Institute percaya bahwa masyarakat demokratis akan memungkinkan kemajuan dan saling pengertian, menjunjung tinggi kehormatan, dan mengakui keberagaman.
Namun, diskriminasi dan intoleransi masih ada dan bahkan mengarah pada kekerasan.
Oleh karena itu, beberapa langkah-langkah yang memperkuat penghormatan terhadap keragaman dan hak asasi manusia melalui partisipasi yang lebih luas harus dilakukan untuk memajukan demokrasi dan perdamaian.
SETARA Institute mempromosikan penciptaan kondisi yang akan menyebabkan sistem politik yang terbuka berdasarkan penghormatan terhadap keberagaman, pembelaan hak asasi manusia, dan penghapusan intoleransi dan sikap xenophobia.
Sejak berdirinya, setidaknya untuk operasi 5 tahun, Setara Institute telah diproduksi 20 laporan (dalam bentuk laporan penelitian, kertas kebijakan) dan menilai banyak apresiasi.
Kehadiran Setara Institute memiliki pengaruh lain di dalam mempromosikan pluralisme yang di Ers dari lembaga lain yang melakukan masalah yang sama dengan pendekatan teologis, sementara SETARA Institute melakukannya dengan berbasis sekuler.
TUJUAN
Tujuan Setara Institute:
Untuk mempromosikan pluralisme, kemanusiaan, demokrasi dan hak asasi manusia
Untuk mempelajari dan advokasi pluralisme, kebijakan publik yang berpusat pada manusia, demokrasi dan hak asasi manusia
Untuk memulai dialog tentang resolusi konflik
Untuk melakukan kegiatan pendidikan publik. [] SERAMBINEWS
![]() |
Foto : Ilustrasi |
Disusul Salatiga (Jawa Tengah) di posisi kedua dan Pematang Siantar (Sumatera Utara) di posisi ketiga.
Sementara Jakarta, Banda Aceh, dan Tanjung Balai (Kepulauan Riau) masuk tiga kota dengan toleransi paling rendah di Indonesia.
Hasil riset Setara Institute yang dirilis oleh beberapa media online, termasuk Serambinews.com, mendapat tanggapan dari Anggota DPR Kota Banda Aceh.
Ketua Komisi D DPRK Banda Aceh, Sabri Badruddin ST, mempertanyakan indikator yang digunakan oleh Setara Institute dalam penilaian Indeks Kota Toleran tersebut.
“Sehubungan dengan dirilisnya Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2018 oleh Setara Institut yang menempatkan Banda Aceh sebagai kota dengan toleransi yang sangat rendah di Indonesia atau nomor 2 terbawah setelah Tanjung Balai, Komisi D DPRK Banda Aceh menanyakan keabsahan riset tersebut,” tulis Sabri dalam siaran pers kepada Serambinews.com, Minggu (9/12/2018).
Ia menilai hasil riset ini sangat aneh dan tidak masuk akal. Karena, lanjut Sabri, pada kenyataannya sejak abad ke-17 kaum minoritas (etnis China) telah datang ke Aceh, begitu juga dengan etnis-etnis lainnya.
“Sejak itu pula belum pernah tercatat dalam sejarah kaum minoritas terusik di Banda Aceh. Belum pernah ada konflik horizontal antarumat beragama,” kata Sabri.
Politikus Partai Golkar ini menambahkan, di Banda Aceh umat minotitas bebas beribadah dengan nyaman menurut agamanya masing-masing.
“Meski di Banda Aceh menerapkan syariat Islam, tapi masyarakat di Banda Aceh saling menghormati dan tidak saling mengusik,” ujarnya.
Anehnya lagi, kata Sabri, dalam penilaian IKT tersebut telah menempatkan Kota Ambon dan Kupang masuk dalam 10 besar kota dengan toleransi yang tinggi.
“Padahal sejarah mencatat kedua kota tersebut pernah terjadi konflik antarkelompok agama yang berbeda,” ungkap Sabri Badruddin.
“Oleh karenanya kami meminta kepada Setara Institute untuk menjelaskan ke publik, indikator apa yang digunakan dalam riset ini dan bagaimana pula metode yang digunakan. Bila perlu Setara Institute melakukan riset ulang, karena riset ini jelas-jelas telah merugikan dan mendiskreditkan Kota Banda Aceh di mata masyarakat luar,” imbuh dia.
Reaksi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga meminta Setara Institute untuk terbuka soal instrumen-instrumen penelitian yang mengukur soal promosi dan praktek toleransi di 94 kota di Indonesia.
Hal ini diungkapkan Anies lantaran Jakarta masuk dalam peringkat 10 terbawah dalam kota dengan toleransi rendah.
"Saya menganjurkan pada setara untuk mengumumkan daftar pertanyaanya pada publik, kuesionernya, dan saya mengundang kepada para ahli statistik, ahli pengukuran ilmu sosial untuk mereview instrumennya. Memastikan bahwa validitas, reliabilitas instrumen itu valid," ucap Anies di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (8/12/2018), seperti dilansir Kompas.com.
Menurutnya, hal ini perlu dibuka ke publik guna mengetahui validitas dan objektifnya riset ini.
"Karena itulah menurut saya kalau mau fair buka seluruh instrumennya. Apakah ada pertanyaan yang bias atau tidak, apakah semua pertanyaan objektif atau tidak karena bisa saja pertanyaan itu disusun untuk memdapatkan jawaban tertentu," ujarnya.
Ia berharap, sebelum ada keterbukaan ke publik dari Setara Institute, masyarakat tidak langsung menilai bahwa Jakarta adalah kota yang toleransinya rendah.
"Jangan disimpulkan hasil survei tidak sesuai. Saya akan pelajari tapi saya undang ahli statistik dan saya undang Setara untuk buka," tandas Anies.
Kajian Setara Institute
Pada Jumat (7/12/2018), Setara Institute memberikan anugerah “Kota Toleran 2018,” kepada 10 kota di Indonesia yang dinobatkan sebagai kota paling toleran.
Kota Singkawang, Kalimantan Barat berada di urutan pertama dalam penghargaan ini dengan skor tertinggi 6,513 dari skala penilaian 1-7.
Dikutip dari website http://setara-institute.org Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan Kota Singkawang dinilai mempunyai beberapa atribut yang mendukung penobatan kota paling toleran se-Indonesia, yaitu di antaranya pemerintah kota punya regulasi yang kondusif bagi praktik dan promosi toleransi, baik dalam bentuk perencanaan maupun pelaksanaan.
Selain itu, di Singkawang tingkat peristiwa dan tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan rendah atau tidak ada sama sekali.
Ia menambahkan, pihaknya melakukan kajian dan indexing Indeks Kota Toleran (IKT) 2018 terhadap 94 kota di Indonesia dalam hal isu promosi dan praktek toleransi yang dilakukan oleh pemerintah kota masing-masing.
Hendardi mengatakan tujuan penetapan indeks ini antara lain untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya masing-masing sehingga dapat memicu bagi kota lainnya untuk bergegas mengikuti, membangun, dan mengembangkan toleransi di wilayahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Mendagri Tjahjo Kumolo menyambut baik penelitian yang dilakukan oleh Setara Institute di seluruh kota di Indonesia.
Penghargaan ini, menurut Tjahjo mengingatkan semua pihak bahwa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk.
10 Kota Paling Toleran versi Setara Institute:
1. Kota Singkawang (skor 6,153)
2. Kota Salatiga (6,477)
3. Pematang Siantar (6,280)
4. Manado (6.030)
5. Ambon (5,960)
6. Bekasi (5,890)
7. Kupang (5,857)
8. Tomohon (5,833)
9. Binjai (5,830)
10. Surabaya (5,823)
10 Peringat terbawah dari 94 kota yang diriset Setara Institute:
85. Sabang (3,757)
86. Medan (3,710)
87. Makassar (3,637)
88. Bogor (3,533)
89. Depok (3,490)
90. Padang (3,450)
91. Cilegon (3,420)
92. Jakarta (2,880)
93. Banda Aceh (2,830)
94. Tanjung Balai (2,817)
Profil Setara Institute
SETARA Institute adalah organisasi yang didirikan oleh beberapa individu yang didedikasikan untuk ide bahwa setiap orang harus diperlakukan sama sementara menghormati keberagaman, mengutamakan solidaritas dan menjunjung tinggi martabat manusia.
Perusahaan ini didirikan oleh orang-orang yang ingin menghapuskan diskriminasi dan intoleransi atas dasar agama, suku, suku, warna kulit, jenis kelamin, dan status sosial lainnya, serta meningkatkan solidaritas dengan lemah dan korban.
SETARA Institute percaya bahwa masyarakat demokratis akan memungkinkan kemajuan dan saling pengertian, menjunjung tinggi kehormatan, dan mengakui keberagaman.
Namun, diskriminasi dan intoleransi masih ada dan bahkan mengarah pada kekerasan.
Oleh karena itu, beberapa langkah-langkah yang memperkuat penghormatan terhadap keragaman dan hak asasi manusia melalui partisipasi yang lebih luas harus dilakukan untuk memajukan demokrasi dan perdamaian.
SETARA Institute mempromosikan penciptaan kondisi yang akan menyebabkan sistem politik yang terbuka berdasarkan penghormatan terhadap keberagaman, pembelaan hak asasi manusia, dan penghapusan intoleransi dan sikap xenophobia.
Sejak berdirinya, setidaknya untuk operasi 5 tahun, Setara Institute telah diproduksi 20 laporan (dalam bentuk laporan penelitian, kertas kebijakan) dan menilai banyak apresiasi.
Kehadiran Setara Institute memiliki pengaruh lain di dalam mempromosikan pluralisme yang di Ers dari lembaga lain yang melakukan masalah yang sama dengan pendekatan teologis, sementara SETARA Institute melakukannya dengan berbasis sekuler.
TUJUAN
Tujuan Setara Institute:
Untuk mempromosikan pluralisme, kemanusiaan, demokrasi dan hak asasi manusia
Untuk mempelajari dan advokasi pluralisme, kebijakan publik yang berpusat pada manusia, demokrasi dan hak asasi manusia
Untuk memulai dialog tentang resolusi konflik
Untuk melakukan kegiatan pendidikan publik. [] SERAMBINEWS