TamiangNews.com, KARANG BARU - Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) Sayed Zainal meminta Dinas Pekerjaan Umum (PU) Aceh Tamiang Tamiang menghentikan pengutipan uang berjumlah jutaan rupiah kepada kalangan penyedia jasa (kontraktor) dengan dalih uang jasa pembuatan kontrak kerja.
Pengutipan tersebut termasuk dalam katagori pungutan liar (pungli) yang menjadi beban bagi pelaksana pekerjaan.
"Kebijakan yang menyalahi aturan harus segera dihentikan. Mengingat kita pernah laporkan ke penegak hukum hingga proses persidangan pengadilan dengan modus hampir sama yakni pungutan liar. Apalagi kebijakan kali ini dikordinir satu pintu di dinas tersebut," kata Sayed Zainal, Sabtu (11/6) di Karang Baru.
Menurut Zainal, adanya pungutan yang dilakukan dengan cara dikordinir satu pintu itu, tidak mungkin menjadi pendapatan dinas yang tidak ada aturan yang membolehkannya.
Bila ini juga dilakukan menimbulkan kesan menjadi pendapatan oknum dinas yang legal, dalam katagori pungli yang diperoleh dari rekanan dan sangat rawan berhadapan dengan hukum.
"Dalam pelaksanaan barang dan jasa baik itu kontruksi maupun non kontruksi, administrasi proyek sudah dianggarkan dalam kegiatannya,"ujarnya.
Dari informasi yang diperolehnya, pembuatan kontrak proyek yang diarahkan satu pintu yang disebut-sebut di kordinir oleh Kabid Bina Porgram Dinas PU Aceh Tamiang Subhan.
Tiap rekanan harus mengeluarkan uang pembuatan kontrak dengan besaran Rp 800.000 sampai Rp 2,5 juta. Bahkan bisa lebih dari besaran tersebut, tergantung besarnya harga pagu proyek.
Akibat dari banyaknya pengeluaran yang tinggi bagi kontraktor, akan berdampak terhadap kualitas pekerjaan di lapangan.
Menanggapi persoalan ini, Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang Juanda mengatakan, adanya pembuatan kontrak satu pintu menunjukkan birokrasi yang bertambah panjang, yang seharusnya dapat ditangani di bidang masing-masing namun harus memutar dan mengurus pembuatan kontrak lagi ke bidang bina program.
Pihaknya berharap, pengutipan uang pembuatan kontrak segera dihentikan dan birokrasi di perpendek untuk menghindari proses hukum dan mencegah kualitas proyek yang rendah.
Sementara Kabid Program Dinas PU Aceh Tamiang Subhan saat dikompirmasi melalui selulernya membantah kalau dirinya ada melakukan pengutipan uang jasa pembuatan kontrak.
"Konfirmasi saja tiap bidang kalau masalah pembuatan kontrak, bukan saya yang buat kontrak, jangan salah-salah ya," katanya.
Namun operator jasa pembuat kontrak di bidang Cipta Karya, Yudi mengaku setiap objek pembuatan kontrak yang dikerjakannya merupakan arahan dan perintah dari Kabid Bina Program Subhan.
"Saya menangani pembuatan kontrak setelah ada perintah Subhan bang, kalau tidak ada perintah saya tidak berani," ungkap Yudi.
Begitu juga dengan operator jasa pembuat kontrak di bidang Bina Marga, Khadafi, mengatakan job yang kerab dikerjakannya merupakan jasa yang diminta langsung oleh rekanan.
"Saya tak setuju dan menolak jasa pembuatan kontrak satu pintu. Kalau rekanan langsung yang menawarkan pembuatan kontrak, oke lah," ujarnya.
Sumber : Medanbisnis
Pengutipan tersebut termasuk dalam katagori pungutan liar (pungli) yang menjadi beban bagi pelaksana pekerjaan.
"Kebijakan yang menyalahi aturan harus segera dihentikan. Mengingat kita pernah laporkan ke penegak hukum hingga proses persidangan pengadilan dengan modus hampir sama yakni pungutan liar. Apalagi kebijakan kali ini dikordinir satu pintu di dinas tersebut," kata Sayed Zainal, Sabtu (11/6) di Karang Baru.
Menurut Zainal, adanya pungutan yang dilakukan dengan cara dikordinir satu pintu itu, tidak mungkin menjadi pendapatan dinas yang tidak ada aturan yang membolehkannya.
Bila ini juga dilakukan menimbulkan kesan menjadi pendapatan oknum dinas yang legal, dalam katagori pungli yang diperoleh dari rekanan dan sangat rawan berhadapan dengan hukum.
"Dalam pelaksanaan barang dan jasa baik itu kontruksi maupun non kontruksi, administrasi proyek sudah dianggarkan dalam kegiatannya,"ujarnya.
Dari informasi yang diperolehnya, pembuatan kontrak proyek yang diarahkan satu pintu yang disebut-sebut di kordinir oleh Kabid Bina Porgram Dinas PU Aceh Tamiang Subhan.
Tiap rekanan harus mengeluarkan uang pembuatan kontrak dengan besaran Rp 800.000 sampai Rp 2,5 juta. Bahkan bisa lebih dari besaran tersebut, tergantung besarnya harga pagu proyek.
Akibat dari banyaknya pengeluaran yang tinggi bagi kontraktor, akan berdampak terhadap kualitas pekerjaan di lapangan.
Menanggapi persoalan ini, Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang Juanda mengatakan, adanya pembuatan kontrak satu pintu menunjukkan birokrasi yang bertambah panjang, yang seharusnya dapat ditangani di bidang masing-masing namun harus memutar dan mengurus pembuatan kontrak lagi ke bidang bina program.
Pihaknya berharap, pengutipan uang pembuatan kontrak segera dihentikan dan birokrasi di perpendek untuk menghindari proses hukum dan mencegah kualitas proyek yang rendah.
Sementara Kabid Program Dinas PU Aceh Tamiang Subhan saat dikompirmasi melalui selulernya membantah kalau dirinya ada melakukan pengutipan uang jasa pembuatan kontrak.
"Konfirmasi saja tiap bidang kalau masalah pembuatan kontrak, bukan saya yang buat kontrak, jangan salah-salah ya," katanya.
Namun operator jasa pembuat kontrak di bidang Cipta Karya, Yudi mengaku setiap objek pembuatan kontrak yang dikerjakannya merupakan arahan dan perintah dari Kabid Bina Program Subhan.
"Saya menangani pembuatan kontrak setelah ada perintah Subhan bang, kalau tidak ada perintah saya tidak berani," ungkap Yudi.
Begitu juga dengan operator jasa pembuat kontrak di bidang Bina Marga, Khadafi, mengatakan job yang kerab dikerjakannya merupakan jasa yang diminta langsung oleh rekanan.
"Saya tak setuju dan menolak jasa pembuatan kontrak satu pintu. Kalau rekanan langsung yang menawarkan pembuatan kontrak, oke lah," ujarnya.
Sumber : Medanbisnis