TamiangNews.com, KARANG BARU - Dewan Perwakilan Rakyat (DPRK) Aceh Tamiang melarang Dinas PU Tamiang mengutip uang pembuatan dokumen kontrak proyek yang dikoordinir satu pintu di dinas tersebut, karena biaya administrasi proyek sudah dianggarkan dalam APBK Tamiang 2016.
Karena itu Dinas PU Aceh Tamiang diminta menghentikan praktik pungutan yang selama ini dikutip dari para rekanan.
“Selama ini, kutipan yang dikoordinir Dinas PU ini terkesan menjadi pendapatan dinas yang legal. Padahal ini pungutan liar yang rawan bermasalah secara hukum, apalgi biaya untuk pembuatan dokumen proyek ini sudah dianggarkan dalam APBK,” ujar Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Juanda, Minggu (12/6).
Hal ini diungkapkannya, setelah mendapat informasi dari sejumlah rekanan/kontraktor, yang mengeluhkan pengutipan uang untuk pembuatan dokumen kontrak proyek di Dinas PU Aceh Tamiang. “Setiap rekanan dipungli antara Rp 700 ribu sampai Rp 2,5 juta bahkan lebih, sesuai nilai proyek.
Sehingga menambah uang keluar (cost) di luar pajak dan retribusi, dari pihak rekanan yang selanjutkan pasti berdampak pada berkurangnya kualitas proyek yang dikerjakan,” bebernya, mengutip sejumlah pengakuan rekanan di Tamiang.
Selain itu, tambah Juanda, dengan praktik seperti ini, birokrasi pembuatan kontrak juga bertambah panjang. Dokumen yang seharusnya selesai ditangani bidang masing-masing di sejumlah dinas, harus ‘diurus’ lagi ke bagian Bina Program (Dinas PU) untuk pembuatan kontrak.
“Karena itu, dengan segala pertimbangan, pengutipan uang pembuatan kontrak ini harus segera dihentikan, dan birokrasi diperpendek untuk menghindari masalah hukum dan mencegah rendahnya kualitas proyek yang dikerjakan,” sarannya
Kepala Bidang Program Dinas PU Aceh Tamiang, Subhan mengatakan, kebijakan pengurusan dokumen satu pintu yang dikenakan biaya ini, awalnya diberlakukan demi memudahkan pengurusan kontrak proyek.
“Pembuatan kontrak satu pintu ini bukan untuk mempersulit rekanan, namun sebaliknya bertujuan untuk memudahkan rekanan, karena kontraknya terjaga,” katanya.
Ia menjelaskan, dengan sistem seperti ini, rekanan dapat mengetahui siapa yang membuat dan siapa yang memperbanyak dokumen (fotokopi) kontraknya.
“Jadi, dengan adanya pembuatan kontrak satu pintu, prosesnya tidak akan terlambat karena pihaknya (Bidang Bina Program di Dinas PU Tamiang), hanya menunggu hasil kerja dari masing-masing bidang.
Menurutnya, selama ini, banyak pengurusan kontrak proyek sering terhambat karena pihak rekanan sendiri lalai dalam menuntaskan proses administrasinya di tingkat bidang. Sehingga tidak dapat diteruskan untuk pembuatan kontrak.
“Bidang Bina Program (satu pintu) hanya mencetak kontrak saja, semua urusan lainnya yang ditangani di bidang, masih seperti biasa,” ujarnya.
Ia mencontohkan, saat ini, dari 50 proyek bidang pengairan yang siap baru 30 kontrak. Di Bidang Bina Marga, dari 70 poyek yang siap dibuat kontrak, baru 17 kontrak yang selesai.
Sedangkan terkait biaya yang dikutip, ia mengakui hal itu untuk biaya penggandaan dokumen dan sarana pendukung di lapangan.
Sumber : Serambinews
Karena itu Dinas PU Aceh Tamiang diminta menghentikan praktik pungutan yang selama ini dikutip dari para rekanan.
“Selama ini, kutipan yang dikoordinir Dinas PU ini terkesan menjadi pendapatan dinas yang legal. Padahal ini pungutan liar yang rawan bermasalah secara hukum, apalgi biaya untuk pembuatan dokumen proyek ini sudah dianggarkan dalam APBK,” ujar Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Juanda, Minggu (12/6).
Hal ini diungkapkannya, setelah mendapat informasi dari sejumlah rekanan/kontraktor, yang mengeluhkan pengutipan uang untuk pembuatan dokumen kontrak proyek di Dinas PU Aceh Tamiang. “Setiap rekanan dipungli antara Rp 700 ribu sampai Rp 2,5 juta bahkan lebih, sesuai nilai proyek.
Sehingga menambah uang keluar (cost) di luar pajak dan retribusi, dari pihak rekanan yang selanjutkan pasti berdampak pada berkurangnya kualitas proyek yang dikerjakan,” bebernya, mengutip sejumlah pengakuan rekanan di Tamiang.
Selain itu, tambah Juanda, dengan praktik seperti ini, birokrasi pembuatan kontrak juga bertambah panjang. Dokumen yang seharusnya selesai ditangani bidang masing-masing di sejumlah dinas, harus ‘diurus’ lagi ke bagian Bina Program (Dinas PU) untuk pembuatan kontrak.
“Karena itu, dengan segala pertimbangan, pengutipan uang pembuatan kontrak ini harus segera dihentikan, dan birokrasi diperpendek untuk menghindari masalah hukum dan mencegah rendahnya kualitas proyek yang dikerjakan,” sarannya
Kepala Bidang Program Dinas PU Aceh Tamiang, Subhan mengatakan, kebijakan pengurusan dokumen satu pintu yang dikenakan biaya ini, awalnya diberlakukan demi memudahkan pengurusan kontrak proyek.
“Pembuatan kontrak satu pintu ini bukan untuk mempersulit rekanan, namun sebaliknya bertujuan untuk memudahkan rekanan, karena kontraknya terjaga,” katanya.
Ia menjelaskan, dengan sistem seperti ini, rekanan dapat mengetahui siapa yang membuat dan siapa yang memperbanyak dokumen (fotokopi) kontraknya.
“Jadi, dengan adanya pembuatan kontrak satu pintu, prosesnya tidak akan terlambat karena pihaknya (Bidang Bina Program di Dinas PU Tamiang), hanya menunggu hasil kerja dari masing-masing bidang.
Menurutnya, selama ini, banyak pengurusan kontrak proyek sering terhambat karena pihak rekanan sendiri lalai dalam menuntaskan proses administrasinya di tingkat bidang. Sehingga tidak dapat diteruskan untuk pembuatan kontrak.
“Bidang Bina Program (satu pintu) hanya mencetak kontrak saja, semua urusan lainnya yang ditangani di bidang, masih seperti biasa,” ujarnya.
Ia mencontohkan, saat ini, dari 50 proyek bidang pengairan yang siap baru 30 kontrak. Di Bidang Bina Marga, dari 70 poyek yang siap dibuat kontrak, baru 17 kontrak yang selesai.
Sedangkan terkait biaya yang dikutip, ia mengakui hal itu untuk biaya penggandaan dokumen dan sarana pendukung di lapangan.
Sumber : Serambinews