TamiangNews.com, ACEH TAMIANG - Abdul Jafar, bapak berusia 60 tahunan itu terkesima memandangi pintu palang akses ke desanya, Alur Mentawak, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, ditutup oleh PT Semadam.
Abdul harus melalui Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, untuk bisa sampai ke rumahnya. Setiap hari dia harus merogoh kocek Rp4.000 pulang pergi, sebab ada perboden di Desa Ternak, Kabupaten Langkat.
Desa Ternak adalah desa tetangga di Kabupaten Langkat, padahal desa tersebut letaknya berdampingan dengan desa Alur Mentawak dimana Abdul tinggal.
Letak Desa Alur Mentawak lebih kurang 20 kilometer di Kecamatan Kejuruan Muda, arah timur Kota Kualasimpang, Ibukota Kabupaten Aceh Tamiang.
Puluhan tahun kami harus pulang ke Desa Alur Mentawak melalui Desa Ternak, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. Tak ada jalan lain, sebab jalan masuk satu-satunya ke desa kami, pas di perbatasan jalan negara Aceh - Sumut ditutup oleh PT Semadam. Ya kita harus bayar Rp2.000 sekali keluar, siapapun yang lewat desa tetangga itu harus bayar, kecuali warga mereka. Itu gratis," jelas Abdul Jafar kepada ANTARA, belaum lama ini.
Menurutnya, warga Alur Mentawak sudah puluhan tahun terisolir, sebab akses ke desa mereka ditutup oleh PT Semadam dengan memalang serta mengunci palang besi tersebut. Akibatnya pemasukan pendapan aderah bukan untuk Aceh Tamiang, tetapi masuk ke Desa Ternak, Kabupaten Langkat.
"Padahal jalan ini merupakan jalan blok Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT Kuala Langsa di tahun 1970-an, jauh sebelum PT Semadam ada, jalan ini sudah kami gunakan. Anehnya, meski masuk di HGU PT Semadam, tapi inikan diluar HGU kala itu, kalaupun masuk mereka harus koordinasi dengan pemerintah kecamatan atau kabupaten, jika ingin menutup jalan ini," sebutnya.
Abdul mengisahkan, akibat dipalang oleh PT Semadam banyak komoditi hasil bumi yang tertahan di pedalaman Desa Alur Mentawak, sebab jika dikeluarkan melalu Desa Ternak, Kabupaten Langkat, bertambah dua kali lipat jangkauan jarak tempuhnya.
"Ini yang membuat masyarakat enggan menjajakan keluar hasil komoditinya," katanya.
Abdul bersama rekan lainnya meminta kepada Dewan Terhormat dan Pemkab Aceh Tamiang untuk menyelesaikan permasalahan ini, mengingat setiap bahan komoditi yang dibawa keluar via Langkat, mereka harus bayar Rp20.000 persekali lewat palang Desa Ternak.
"Kami minta kepada bapak dan ibu dewan, tolonglah buat penekanan kepada Pemkab mau menyelesaikan masalah ini, kami seperti masih dijajah di negeri merdeka. Sudah kami orang kecil bayar upeti lagi. Bagaimana kami bisa hidup kalau begini," jelas Abdul.
Ditindaklanjuti Temuan ini
Ketua Fraksi Partai Aceh (PA) DPRK Aceh Tamiang Mustaqim yang dibawa warga Desa Alur Mentawak untuk melihat secara langsung kondisi warga, merasa prihatin, mengingat dizaman yang sudah merdeka seperti sekarang ini, tetapi masih ada warga terkesan seperti dijajah.
Mustaqim yang ditemani warga Desa Alur Mentawak, Syahputra Yogi, Abdul Jafar dan beberapa warga lainnya mengitari jalan desa yang diblokir oleh PT Semadam kurang lebih 5 kilometer tersebut, menjadi agenda utama untuk segera diselesaikan.
"Ya, kita berupaya untuk berkoordinasi dengan pihak perusahaan PT Semadam dan Pemkab Aceh Timur untuk menyelesaikan masalah ini, seharusnya jalan ini tidak diblokir, sebab jalan akses utama menuju Desa Alur Mentawak untuk mengeluarkan hasil bumi mereka," jelas Mustaqim.
Masalah tersebut harus cepat diselesaikan, Mustaqim kawatir jika tidak dibuka segera, akan memicu konflik, antara warga Desa Alur Mentawak dan PT Semadam.
Tentunya dalam hal ini Pemkab Aceh Tamiang juga harus bijak melihat potensi-potensi konflik di tengah-tengah masyarakat dengan pihak perusahaan pemilik HGU.
"Kita upayakan secepatnya, masalah ini selesai. Agar masyarakat terbebas dari keterisoliran. Jika akses ini dibuka palangnya oleh PT Semadam dapat mendongkrak perekonomian masyarakat Desa Alur Mentawa yang berpenduduk 400 kepala keluarga," katanya.
Komoditi andalan mereka karet, coklat, sawit dan pinang bisa lancar dibawa keluar, tutur dia. [] Sumber : antaranews.com
Abdul harus melalui Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, untuk bisa sampai ke rumahnya. Setiap hari dia harus merogoh kocek Rp4.000 pulang pergi, sebab ada perboden di Desa Ternak, Kabupaten Langkat.
Desa Ternak adalah desa tetangga di Kabupaten Langkat, padahal desa tersebut letaknya berdampingan dengan desa Alur Mentawak dimana Abdul tinggal.
Letak Desa Alur Mentawak lebih kurang 20 kilometer di Kecamatan Kejuruan Muda, arah timur Kota Kualasimpang, Ibukota Kabupaten Aceh Tamiang.
Puluhan tahun kami harus pulang ke Desa Alur Mentawak melalui Desa Ternak, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. Tak ada jalan lain, sebab jalan masuk satu-satunya ke desa kami, pas di perbatasan jalan negara Aceh - Sumut ditutup oleh PT Semadam. Ya kita harus bayar Rp2.000 sekali keluar, siapapun yang lewat desa tetangga itu harus bayar, kecuali warga mereka. Itu gratis," jelas Abdul Jafar kepada ANTARA, belaum lama ini.
Menurutnya, warga Alur Mentawak sudah puluhan tahun terisolir, sebab akses ke desa mereka ditutup oleh PT Semadam dengan memalang serta mengunci palang besi tersebut. Akibatnya pemasukan pendapan aderah bukan untuk Aceh Tamiang, tetapi masuk ke Desa Ternak, Kabupaten Langkat.
"Padahal jalan ini merupakan jalan blok Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT Kuala Langsa di tahun 1970-an, jauh sebelum PT Semadam ada, jalan ini sudah kami gunakan. Anehnya, meski masuk di HGU PT Semadam, tapi inikan diluar HGU kala itu, kalaupun masuk mereka harus koordinasi dengan pemerintah kecamatan atau kabupaten, jika ingin menutup jalan ini," sebutnya.
Abdul mengisahkan, akibat dipalang oleh PT Semadam banyak komoditi hasil bumi yang tertahan di pedalaman Desa Alur Mentawak, sebab jika dikeluarkan melalu Desa Ternak, Kabupaten Langkat, bertambah dua kali lipat jangkauan jarak tempuhnya.
"Ini yang membuat masyarakat enggan menjajakan keluar hasil komoditinya," katanya.
Abdul bersama rekan lainnya meminta kepada Dewan Terhormat dan Pemkab Aceh Tamiang untuk menyelesaikan permasalahan ini, mengingat setiap bahan komoditi yang dibawa keluar via Langkat, mereka harus bayar Rp20.000 persekali lewat palang Desa Ternak.
"Kami minta kepada bapak dan ibu dewan, tolonglah buat penekanan kepada Pemkab mau menyelesaikan masalah ini, kami seperti masih dijajah di negeri merdeka. Sudah kami orang kecil bayar upeti lagi. Bagaimana kami bisa hidup kalau begini," jelas Abdul.
Ditindaklanjuti Temuan ini
Ketua Fraksi Partai Aceh (PA) DPRK Aceh Tamiang Mustaqim yang dibawa warga Desa Alur Mentawak untuk melihat secara langsung kondisi warga, merasa prihatin, mengingat dizaman yang sudah merdeka seperti sekarang ini, tetapi masih ada warga terkesan seperti dijajah.
Mustaqim yang ditemani warga Desa Alur Mentawak, Syahputra Yogi, Abdul Jafar dan beberapa warga lainnya mengitari jalan desa yang diblokir oleh PT Semadam kurang lebih 5 kilometer tersebut, menjadi agenda utama untuk segera diselesaikan.
"Ya, kita berupaya untuk berkoordinasi dengan pihak perusahaan PT Semadam dan Pemkab Aceh Timur untuk menyelesaikan masalah ini, seharusnya jalan ini tidak diblokir, sebab jalan akses utama menuju Desa Alur Mentawak untuk mengeluarkan hasil bumi mereka," jelas Mustaqim.
Masalah tersebut harus cepat diselesaikan, Mustaqim kawatir jika tidak dibuka segera, akan memicu konflik, antara warga Desa Alur Mentawak dan PT Semadam.
Tentunya dalam hal ini Pemkab Aceh Tamiang juga harus bijak melihat potensi-potensi konflik di tengah-tengah masyarakat dengan pihak perusahaan pemilik HGU.
"Kita upayakan secepatnya, masalah ini selesai. Agar masyarakat terbebas dari keterisoliran. Jika akses ini dibuka palangnya oleh PT Semadam dapat mendongkrak perekonomian masyarakat Desa Alur Mentawa yang berpenduduk 400 kepala keluarga," katanya.
Komoditi andalan mereka karet, coklat, sawit dan pinang bisa lancar dibawa keluar, tutur dia. [] Sumber : antaranews.com