Notification

×

Iklan

Iklan

Kinerja Kelistrikan Aceh Sangat Buruk

Jumat, 13 Mei 2016 | Mei 13, 2016 WIB | 0 Views Last Updated 2017-10-29T09:20:08Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik
Oleh : Taufiq Abdul Rahim

Kasus pemadaman listrik di Aceh sebagai kebutuhan dasar rakyat secara berulang kali berlaku. Saat ini, dalam sepekan terjadi pemadaman secara tidak beraturan, jangka waktunya panjang, dalam sehari semalam berulangkali dilakukan. Ini menunjukkan profesionalisme kinerja kelistrikan di Aceh sangat buruk. Rakyat yang membutuhkan listrik selalu saja disuguhkan argumentasi kuantitatif dan jawaban bohong secara teknis hanya dikuasai para pelaku usaha listrik. Dengan hitung-hitungan kuantitatif serta istilah teknis kelistrikan, sehingga rakyat semakin bingung hanya mampu menjerit serta berteriak dalam hati dengan berbagai versi yang sama sekali tidak diperdulikan.

Para pengelola energi listrik di Aceh yang notabene Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sesungguhnya misi utamanya harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan suasana kondusif bagi kehidupan dan perekonomian rakyat agar lebih produktif. Memadamkan aliran listrik dengan sesuka hati, ini bermakna melecehkan rakyat sebagai salah satu pemilik badan usaha secara de facto, selanjutnya mematikan produktivitas dan aktivitas perekonomian rakyat. Listrik yang merupakan kebutuhan dasar rakyat saat ini sangat mudah dipermainkan oleh kepentingan pengelola yang sama sekali tidak peduli akan persoalan rakyat yang membutuhkan listrik. Seringkali yang ditonjolkan pernyataan melalui media bahwa “rakyat tidak bayar rekening, mencuri aliran listrik dan lain-lain”, sesungguhnya jika diteliti banyak yang menunggak rekenng listrik berbagai instansi pemerintahan yang sampai miliaran rupiah berbulan-bulan tidak membayarnya, dipersalahkan rakyat, yang hanya memakai sebagian kecil energi listrik untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga.

Aneh sekali jika satu sisi dikatakan sumber energi listrik di Aceh, baik menggunakan panas bumi, air, angin dan matahari berlebih serta melimpah ruah. Tetapi cerita lainnya energi listrik di Aceh tergantung kepada mesin pembangkit listrik di Secanang-Belawan (Medan). Bahkan dengan lantamnya pejabat PLN menyatakan, persediaan listrik kita berlebih, dan dapat disuplai untuk kebutuhan rakyat berapa pun yang diinginkan. Hanya saja yang memberikan pernyataan sebagai Deputi Hukum dan Humas PLN Aceh (Said Mukarram), bukan penetap ataupun pengambil kebijakan kelistrikan di Aceh.

Upaya sistematis

Jadi, itu hanya sekadar corong untuk melegitimasi pemadaman listrik yang berlaku di tengah kehidupan masyarakat. Ketergantungan pembangkit tenaga lsitrik dari Belawan (Medan/Sumatera Utara), ini merupakan satu cara menciptakan ketergantungan listrik Aceh ke Sumatera Utara, di samping ketergantungan berbagai barang dan jasa lainnya. Jadi kebijakan perusahaan listrik yang menjadi wewenang pemerintah pusat dengan cara menciptakan ketegantungan merupakan upaya sistematis secara Nasional, bahwa Aceh masih banyak tergantung kepada kebijakan politik dan ekonomi pusat (Jakarta).

Aceh sama sekali tidak menguntungkan baik secara politik maupun ekonomi. Kebijakan penggunaan tenaga listrik melalui BUMN ditentukan di pusat, maka aktivitas produksi ekonomi serta peningkatan kapasitas produksi serta penambahan modal (investasi) sangat sulit menerima kondisi ini. Jika investor yang ingin mengembangkan aktivitas usaha di Aceh akan berpikir lebih jauh lagi, bahwa aktivitas produksi dari perhitungan biaya akan lebih tinggi, karena harus menyediakan mesin pembangkit listrik sendiri, maka tidak efisien untuk aktivitas bisnis serta perekonomian dan terciptanya hi-cost economy. Ini juga akan berdampak kepada persoalan ekonomi lainnya dan juga politik.

Secara politik, pemerintah Aceh dianggap pemerintahan yang lemah/tidak berdaya tidak mampu mengambil kebijakan berkaitan dengan keperluan dasar rakyat untuk memenuhi kebutuhan listrik, serta tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan produksi listrik sendiri. Sehingga pemerintahan yang lemah dan tidak berdaya secara politik bukan menjadi kebanggaan rakyat. Pemerintah Aceh sibuk hanya mengurus urusan politik untuk kepentingan kelompok, golongan dan partainya saja. Rakyat dikesampingkan berulangkali oleh para pengelola listrik yang notabene menggunakan anggaran uang rakyat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ketergantungan ekonomi serta politik yang diciptakan, serta berbagai kesalahan yang berulang-ulang dilakukan oleh pengelola listrik negara, benar-benar membohongi rakyat sebagai salah otiritas politik dan pemegang kekuasaan tertinggi di negara ini, ini dilakukan dengan memberikan kewenangannya kepada pemerintah (eksekutif dan legislatif), yang sama sekali tidak berdaya menghadapi kebobrokan pengelolaan listrik yang hanya mempu mensejahterakan para pengelola serta karyawannya saja dengan cara hidup mewah dibandingkan kebanyakan rakyat Aceh.

Jadi rakyat dibohongi terus dengan ketergantungan energi listrik, sementara itu pemerimtah Aceh (eksekutif dan legislatif) tidak berdaya berhadapan dengan kebijakan politik kelistrikan secara Nasional. Hanya mampu bangga dengan “masturbasi politik”, merasa puas sendiri mendapatkan kekuasaan dan berkuasa, tanpa ada rasa sensitif serta memiliki mengatasi persoalan listrik untuk kebutuhan dasar rakyat yang selalu dibohongi dengan alasan teknis dan propaganda, misalnya akan segera hidup normal kembali satu atau dua hari, atau seminggu.

Sementara pemadaman listrik terus berlaku berulangkali tanpa ada kompensasi bagi rakyat, bahkan rakyat selalu dirugikan. PLN terus berorientasi bisnis swasta sebagai BUMN yang tetap berprinsip profit oriented agar para pengelola dan karyawannya hidup jauh lebih sejahtera dari kebanyakan rakyat.

Kebutuhan pokok

Tindakan pemerintah Aceh secara jelas untuk membela kepentingan rakyat dari satu permasalahan serius yang dihadapi, ini keterkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar energi listrik yang telah menjadi kebutuhan pokok. Kehidupan rakyat pada era sekarang ini tanpa listrik menjadikan berbagai aktivitas menjadi lumpuh dan tidak bermakna sama sekali.

Oleh karena itu, perlu kebijakan serta campur tangan pemerintah secara serius berkaitan dengan kebutuhan listrik rakyat yang semakin tidak menentu ini, juga merupakan konsumsi jasa yang diperlukan dalam kehidupan sosial adalah, karakter yang diatur oleh peraturan pemerintah (rule of governed). Ini semestinya usaha pemerintah Aceh terhadap pelayanan energi listrik keterkaitan antara aturan dan tindakan bermakna untuk membela kepentingan rakyat.

Itikad baik untuk tidak selalu membohongi rakyat terhadap pelayanan energi listrik, bahwa antara pemerintah, PLN dan rakyat diperlukan sinergi dalam bentuk struktural, yaitu bentuk-bentuk konstruksi yang memperlihatkan struktur artikulasinya. Ini bermakna bahwa Pemerintah Aceh dan PLN memperkuat elemen pada relasi yang menetukan antara satu dengan lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan dasar rakyat terhadap penggunaan listrik. Dalam hal ini perlu diperhatikan oleh PLN yang memberikan pelayanan terhadap kebutuhan energi listrik menjadi obyek “proses penaikan nilai” listrik yang disuplai kepada masyarakat dengan tidak mengecewakan rakyat sebagai konsumen listrik.

Rakyat mempunyai penilaian dan kelebihan tersendiri dalam bentuk simbol penghargaan terhadap pengelolaan listrik negara yang tidak membohongi rakyat dengan berbagai argumentasi pembenaran pada saat memadamkan listrik, karena ketidakberdayaan mengurusnya secara teknis, ini dalam bentuk penghargaan dapat menerimannya dan dihargai oleh rakyat bukan celaan.

Akhirnya, penaikan nilai ekonomi merupakan proses yang menganggap simbol keuntungan ekonomi tertentu, yaitu nilai yang dipertukarkan di pasar dipergunakan rakyat. Melalui penaikan nilai ekonomi di segala sektor kehidupan, ini menjadi bentuk simbol komoditas jasa yang dimanfaatkan. Ini dapat menjadi obyek yang dapat dibeli dan dijual di pasar dengan harga tertentu yang tidak memberatkan rakyat, sebagai BUMN yang mengutamakan kepentingan rakyat dalam bentuk simbol komoditas public services.

Jadi, rakyat yang memanfaatkan simbol individu tidak mencela dan seharusnya memuji serta diakui oleh usaha ekonomi produktif lainnya dalam kehidupan ekonomi rakyat, dalam usaha peningkatan produktivitas serta kapasitasnya, PLN tidak melakukan aktivitas produksi jasa listrik dengan kebohongan, yang dapat menimbulkan konflik serta celaan rakyat.

* Taufiq Abdul Rahim, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha) dan Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh. Email: fiqarf@yahoo.com
×
Berita Terbaru Update