TamiangNews.com, LANGSA - Anak-anak pengungsi Rohingya di Langsa, mengirim surat kepada Presiden RI Ir Joko Widodo via Pos, termasuk menyurati pemimpin dunia lainnya, melalui Direktur Internasional Yayasan Geutanyoe, Lilian Fan.
“Surat-surat tersebut berisi permintaan agar para pemimpin negara termasuk Presiden Joko Widodo memberi kejelasan atas nasib dan masa depan mereka,” kata Wasatgas Penanggulangan Pengungsi Rohingya di Kota Langsa, Suriyatno AP MSP, saat acara peringatan satu tahun kedatangan pengungsi Rohingya di Kota Langsa, yang dipusatkan di halaman Kantor P2TP2A Kota Langsa, Sabtu (14/5).
Menurutnya, surat ini ditulis karena hingga kini belum ada kebijakan dari Pemerintah Pusat terhadap nasib mereka, apakah akan dideportasi ke negaranya di Myanmar, direlokasi ke tempat lain, atau malah bisa terus menetap di daerah ini. “Meski demikian pemerintah akan tetap menangani mereka hingga batas waktu yang belum ditentukan,” katanya.
Proses pembauran anak-anak Rohingya yang memasuki usia sekolah pun terus dilakukan melalui program pendidikan khusus yang digagas Pemko Langsa bersama LSM dan badan PBB yang menangani persoalan pengungsi.
Wali Kota Langsa, Usman Abdullah SE yang hadir pada acara peringatan satu tahun kedatangan pengungsi Rohingya di Kota Langsa ini, menyampaikan terima kasih secara khusus kepada Konsorsium LSM Peduli Rohingya dan pihak-pihak terkait lainnya yang terus membantu penanganan pengungsi Rohingya selama setahun terakhir ini. “Sebagai sesama muslim, kita harus memiliki sifat kemanusiaan, kasih sayang dan saling menghargai. Hal ini lah yang menjadi dasar bagi kita dalam melayani para pengungsi muslim Rohingya ini,” ujarnya.
Beberapa pihak juga berpendapat, Pemerintah Indonesia seharusnya segera menetapkan status dan kebijakan atas persoalan ini. “Karena isu tentang pengungsi dari Myanmar ini telah menjadi ‘proyek baru’ bagi organisasi-organisasi dunia dan negara-negara yang terlibat, termasuk pemerintah daerah yang menerima pasokan dana sangat besar untuk menjamin hidup mereka di pengungsian,” kata seorang relawan Peduli Rohingya, kepada Serambi, kemarin.
Sedangkan kondisi psikologis para pengungsi, untuk yang dewasa, menjalani hari-harinya di barak pengungsian tanpa aktivitas yang produktif, dan hanya menunggu jatah makan tiga kali setiap harinya. “Sehingga potensi timbulnya tindakan kriminal oleh para pengungsi, seperti mengonsumsi ganja, bahkan ada yang membawa lari gadis desa setempat seperti terjadi beberapa waktu lalu,” ungkap relawan tersebut.
Hal ini tentu saja membawa persoalan baru bagi pemerintah daerah. “Karena selain berlindung di balik status pengungsi, banyak di antara mereka --khususnya yang dari Banglades-- adalah para pengangguran di negaranya yang mencoba mengadu nasib dengan menyusup di antara para Rohingya,” bebernya. Karena itu, pemerintah harus segera menentukan sikap terkait persoalan ini.
Ketua panitia peringatan satu tahun kedatangan pengungsi Rohingya, Iswantoro, mengatakan pihaknya juga menggelar sejumlah hiburan untuk selama dua hari hingga hari ini, di halaman Kantor P2TP2A. “Kegiatan ini mengisi peringatan setahun kedatangan pengungsi Rohingya di Langsa, sambil menghibur para pengungsi,” katanya.
Hiburan itu di antaranya, lomba mewarnai gambar tingkat TK se Kota Langsa dengan peserta 342 orang plus 12 anak pengungsi Rohingya. Selanjutnya lomba cipta puisi tingkat SMP, SMA sederajat se-pantai timur Aceh, yakni dari Aceh Timur, Lhokseumawe, Kota Langsa dan Aceh Tamiang, dengan peserta 139 orang. Kemudian pentas Seni Aceh Rohingya, pameran foto yang diikuti oleh Konsorsium LSM Peduli Rohingya.
Selain itu, juga digelar acara bedah buku ‘Drama Pengungsi Rohingya’, yang dilakukan oleh Direktur Yayasan Pemberdayaan Dhompet Dhuafa, M Sabet Abilawa, bersama Wasatgas Pengungsi Rohingya, Suriyatno AP MSP, dan pihak Universitas Nijmegen Belanda, Ainul Fajri Gazali.
Sumber : Serambinews.com
“Surat-surat tersebut berisi permintaan agar para pemimpin negara termasuk Presiden Joko Widodo memberi kejelasan atas nasib dan masa depan mereka,” kata Wasatgas Penanggulangan Pengungsi Rohingya di Kota Langsa, Suriyatno AP MSP, saat acara peringatan satu tahun kedatangan pengungsi Rohingya di Kota Langsa, yang dipusatkan di halaman Kantor P2TP2A Kota Langsa, Sabtu (14/5).
Menurutnya, surat ini ditulis karena hingga kini belum ada kebijakan dari Pemerintah Pusat terhadap nasib mereka, apakah akan dideportasi ke negaranya di Myanmar, direlokasi ke tempat lain, atau malah bisa terus menetap di daerah ini. “Meski demikian pemerintah akan tetap menangani mereka hingga batas waktu yang belum ditentukan,” katanya.
Proses pembauran anak-anak Rohingya yang memasuki usia sekolah pun terus dilakukan melalui program pendidikan khusus yang digagas Pemko Langsa bersama LSM dan badan PBB yang menangani persoalan pengungsi.
Wali Kota Langsa, Usman Abdullah SE yang hadir pada acara peringatan satu tahun kedatangan pengungsi Rohingya di Kota Langsa ini, menyampaikan terima kasih secara khusus kepada Konsorsium LSM Peduli Rohingya dan pihak-pihak terkait lainnya yang terus membantu penanganan pengungsi Rohingya selama setahun terakhir ini. “Sebagai sesama muslim, kita harus memiliki sifat kemanusiaan, kasih sayang dan saling menghargai. Hal ini lah yang menjadi dasar bagi kita dalam melayani para pengungsi muslim Rohingya ini,” ujarnya.
Beberapa pihak juga berpendapat, Pemerintah Indonesia seharusnya segera menetapkan status dan kebijakan atas persoalan ini. “Karena isu tentang pengungsi dari Myanmar ini telah menjadi ‘proyek baru’ bagi organisasi-organisasi dunia dan negara-negara yang terlibat, termasuk pemerintah daerah yang menerima pasokan dana sangat besar untuk menjamin hidup mereka di pengungsian,” kata seorang relawan Peduli Rohingya, kepada Serambi, kemarin.
Sedangkan kondisi psikologis para pengungsi, untuk yang dewasa, menjalani hari-harinya di barak pengungsian tanpa aktivitas yang produktif, dan hanya menunggu jatah makan tiga kali setiap harinya. “Sehingga potensi timbulnya tindakan kriminal oleh para pengungsi, seperti mengonsumsi ganja, bahkan ada yang membawa lari gadis desa setempat seperti terjadi beberapa waktu lalu,” ungkap relawan tersebut.
Hal ini tentu saja membawa persoalan baru bagi pemerintah daerah. “Karena selain berlindung di balik status pengungsi, banyak di antara mereka --khususnya yang dari Banglades-- adalah para pengangguran di negaranya yang mencoba mengadu nasib dengan menyusup di antara para Rohingya,” bebernya. Karena itu, pemerintah harus segera menentukan sikap terkait persoalan ini.
Ketua panitia peringatan satu tahun kedatangan pengungsi Rohingya, Iswantoro, mengatakan pihaknya juga menggelar sejumlah hiburan untuk selama dua hari hingga hari ini, di halaman Kantor P2TP2A. “Kegiatan ini mengisi peringatan setahun kedatangan pengungsi Rohingya di Langsa, sambil menghibur para pengungsi,” katanya.
Hiburan itu di antaranya, lomba mewarnai gambar tingkat TK se Kota Langsa dengan peserta 342 orang plus 12 anak pengungsi Rohingya. Selanjutnya lomba cipta puisi tingkat SMP, SMA sederajat se-pantai timur Aceh, yakni dari Aceh Timur, Lhokseumawe, Kota Langsa dan Aceh Tamiang, dengan peserta 139 orang. Kemudian pentas Seni Aceh Rohingya, pameran foto yang diikuti oleh Konsorsium LSM Peduli Rohingya.
Selain itu, juga digelar acara bedah buku ‘Drama Pengungsi Rohingya’, yang dilakukan oleh Direktur Yayasan Pemberdayaan Dhompet Dhuafa, M Sabet Abilawa, bersama Wasatgas Pengungsi Rohingya, Suriyatno AP MSP, dan pihak Universitas Nijmegen Belanda, Ainul Fajri Gazali.
Sumber : Serambinews.com