TamiangNews.com, SIGLI - Kepala Karantina Pertanian Kelas I Banda Aceh, drh Saifuddin Zuhri, mengatakan bawang merah dari India yang diselundupkan ke Aceh melalui Malaysia, rawan penyakit fitoplasma (Mycoplasma sejenis bakteri patogen).
Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93 Tahun 2011, juga mengungkapkan hasil penelitian bahwa bawang merah asal India ini, membawa virus organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK), dengan katagori A1 golongan 1 yang berjumlah sebelas jenis, dan golongan 2 juga berjumlah sebelas jenis.
“Jika tak segera dimusnahkan, penyakit tumbuhan ini bisa menyebar dan menyerang tanaman bawang lokal,” katanya, saat acara pemusnahan 30 ton bawang ilegal di Kompleks TPI Kuala Pasi Peukan Baro, Pidie, Selasa (12/4), yang dilakukan Satreskrim Polres Pidie.
Menurutnya, setiap barang impor baik tumbuhan dan makanan lainnya, seharusnya diperiksa di Karantina Pertanian. Hal ini biasanya dilakukan terhadap barang yang diimpor secara resmi. Namun untuk barang ilegal tidak ada standar mutu, bahkan sering tidak diketahui potensi penyakit yang dibawanya.
“Karena itu masyarakat diminta tidak membeli bawang merah ilegal, dan jika mengetahui adanya bawang ilegal yang beredar di pasaran, segera melapor ke pihak berwajib, agar kita terhindar dari penyakit yang dibawa dari luar negeri yang masuk secara tak resmi ke Aceh,” tambah Saifuddin Zuhri.
Ia menjelaskan, penyakit Fitoplasma pada bawang akan terlihat dari ciri fisiknya, yakni daun bawang layu dan seperti terbakar akibat penyakit ini. Sumber penyakit bagi tumbuhan lokal ini harus dicegah penyebarannya sejak dini. Apalagi di Pidie, kawasan Bambi dan beberapa daerah lainnya merupakan kawasan penghasil bawang merah yang rawan tertular penyakit ini,” katanya.
Bawang merah ilegal sebanyak 30 ton yang dimusnahkan kemarin, tertangkap oleh polisi saat diselundupkan melalui TPI Kuala Tari Gampong Jeumerang, Kecamatan Kembang Tanjong, Pidie.
Saat diperiksa, polisi tak menemukan selembar pun dokumen resmi atas barang impor tersebut. Pelabuhan di TPI Kuala Tari ini pun bukan pelabuhan resmi yang bisa memasukkan barang-barang dari luar negeri.
Karena, setiap pelabuhan yang ditetapkan pemerintah, memiliki alat untuk melakukan pengecekan terhadap tumbuhan dan sayuran yang masuk ke Indonesia. Di Aceh, pelabuhan yang memiliki fasilitas ini hanya Pelabuhan Sabang (lihat boks). “Jika masuk melalui pelabuhan tidak resmi, otomatis tidak bisa dikonsumsi oleh masyarakat karena tidak terjamin kesehatannya,” terang Saifuddin Zuhri, Kepala Karantina Pertanian Kelas I Banda Aceh. (serambinews)
Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93 Tahun 2011, juga mengungkapkan hasil penelitian bahwa bawang merah asal India ini, membawa virus organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK), dengan katagori A1 golongan 1 yang berjumlah sebelas jenis, dan golongan 2 juga berjumlah sebelas jenis.
“Jika tak segera dimusnahkan, penyakit tumbuhan ini bisa menyebar dan menyerang tanaman bawang lokal,” katanya, saat acara pemusnahan 30 ton bawang ilegal di Kompleks TPI Kuala Pasi Peukan Baro, Pidie, Selasa (12/4), yang dilakukan Satreskrim Polres Pidie.
Menurutnya, setiap barang impor baik tumbuhan dan makanan lainnya, seharusnya diperiksa di Karantina Pertanian. Hal ini biasanya dilakukan terhadap barang yang diimpor secara resmi. Namun untuk barang ilegal tidak ada standar mutu, bahkan sering tidak diketahui potensi penyakit yang dibawanya.
“Karena itu masyarakat diminta tidak membeli bawang merah ilegal, dan jika mengetahui adanya bawang ilegal yang beredar di pasaran, segera melapor ke pihak berwajib, agar kita terhindar dari penyakit yang dibawa dari luar negeri yang masuk secara tak resmi ke Aceh,” tambah Saifuddin Zuhri.
Ia menjelaskan, penyakit Fitoplasma pada bawang akan terlihat dari ciri fisiknya, yakni daun bawang layu dan seperti terbakar akibat penyakit ini. Sumber penyakit bagi tumbuhan lokal ini harus dicegah penyebarannya sejak dini. Apalagi di Pidie, kawasan Bambi dan beberapa daerah lainnya merupakan kawasan penghasil bawang merah yang rawan tertular penyakit ini,” katanya.
Bawang merah ilegal sebanyak 30 ton yang dimusnahkan kemarin, tertangkap oleh polisi saat diselundupkan melalui TPI Kuala Tari Gampong Jeumerang, Kecamatan Kembang Tanjong, Pidie.
Saat diperiksa, polisi tak menemukan selembar pun dokumen resmi atas barang impor tersebut. Pelabuhan di TPI Kuala Tari ini pun bukan pelabuhan resmi yang bisa memasukkan barang-barang dari luar negeri.
Karena, setiap pelabuhan yang ditetapkan pemerintah, memiliki alat untuk melakukan pengecekan terhadap tumbuhan dan sayuran yang masuk ke Indonesia. Di Aceh, pelabuhan yang memiliki fasilitas ini hanya Pelabuhan Sabang (lihat boks). “Jika masuk melalui pelabuhan tidak resmi, otomatis tidak bisa dikonsumsi oleh masyarakat karena tidak terjamin kesehatannya,” terang Saifuddin Zuhri, Kepala Karantina Pertanian Kelas I Banda Aceh. (serambinews)